Rabu, 01 Februari 2012

Tiga Potensi Manusia

Allah SWT telah memuliakan manusia dari makhluk-Nya. Manusia dimuliakan Allah SWT dengan dilengkapi dengan tiga potensi yang urgen berupa hati, akal dan jasad.

Dengan hati, manusia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang batil, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang indah dan mana yang buruk Jika hati manusia bersih, maka ia akan selalu menerima yang haq, menerima yang benar dan menerima yang indah, dan begitu pula sebaliknya.

Dengan akal, manusia dapat mencari ilmu pengetahuan, dapat menemukan dan menciptakan segala sesuatu. Akal yang sehat akan selalu melahirkan ilmu yang bermanfaat, dan menciptakan segala sesuatu yang mempunyai kemashlahatan bagi manusia lainnya, dan begitu pula sebaliknya.

Dengan jasad, manusia dapat beramal sholeh. Manusia yang sholeh selalu berusaha apa yang dilakukannya bisa mendatangkan manfaat, baik bagi dirinya, keluarganya, masyarakatnya, agamanya, nusa dan bangsanya.

Tiga potensi yang dianugerahkan Allah SWT tersebut hendaknya kita aktualisasikan dalam kehidupan kita di dunia ini sebagai wujud syukur kita kepada Allah SWT. Bukankah Allah SWT telah menciptakan manusia di muka bumi ini untuk beribadah kepada-Nya ? Nah, amal sholeh merupakan cerminan dari ibadah kita kepada Allah SWT.

Ibadah harus didasari dengan keikhlasan dalam pelaksanaannya. Orang yang ikhlas dalam beribadah akan beruntung. Allah SWT berfirman :

و ما أمروا إلاّ ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء (سورة البينة : 5)

Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (Q.S. Al-Bayyinah : 5)

Rasa ikhlas akan terasa berat bagi orang yang belum mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Oleh karena itu kita selalu memohon kepada Allah SWT untuk selalu diberikan hidayah (petunjuk) kepada jalan yang lurus. Allah Hadi Ila Shirath al-Mustaqim.

اهدنا الصراط المستقيم. صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم و لا الضالّين (سورة الفاتحة : 6-7)

Tunjukilah kami ke jalan yang lurus,( yaitu) jalan orang-orag yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang Engkau murkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (Q.S. Al-Fatihah : 6-7)


Hidayah Allah SWT akan diberikan kepada hamba-Nya yang benar-benar pilihan. Hamba yang terpilih untuk mendapatkan hidayah Allah SWT adalah hamba yang beruntung. Siapakah orang-orang yang beruntung itu ? Allah SWT berfirman :

و العصر. إن الإنسان لفي خسر إلاّ الذين آمنوا و عملوا الصالحات و تواصوا بالحق و تواصو ا بالصبر ( سورة العصر : 1-3)

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (Q.S. Al-Asyr : 1-3).

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa manusia yang beruntung itu adalah Pertama: Manusia yang beriman kepada Allah SWT. Nah, keimanan itu paling tidak harus diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan. Orang yang beriman dan tidak mau beramal, maka keimanannya belum sempurna. Orang yang beriman hanya diyakini dalam hati saja, maka keimanannya belum sempurna. Orang yang beriman hanya diucapkan saja, maka keimanannya belum sempurna. Kedua: Orang-orang yang beramal sholeh. Amal sholeh adalah amal kebaikan. Orang yang selalu beramal sholeh, maka hidupnya akan mulia. Oleh karena itu hiasilah hidup ini dengan amal sholeh. Ketiga: Nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Nasehat itu sangat diperlukan. Seseorang itu tidak bisa terlepas dari nasehat. Dengan nasehat, seseorang bisa terselamatkan dari kesesatan dan kedholiman. Dan dengan nasehat pula seseorang bisa meningkat keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Pada dasarnya, semua orang menginginkan hidupnya beruntung. Untuk mendapatkan keberuntungan itu tentu melalui perjuangan yang tidak mudah sebagaimana membalikkan telapak tangan. Orang yang beruntung harus mau berkorban. Pengorbanan itu memerlukan latihan.

Pengurbanan itu banyak macam dan ragamnya; pengorbanan dalam bentuk waktu, pengorbanan dalam bentuk tenaga, pengorbanan dalam bentuk harta dan bahkan pengorbanan dalam bentuk jiwapun diperlukan untuk menegakkan kalimatullah al-haq.

Kita sadari, bahwa manusia hidup di dunia ini hanyalah sementara. Maka janganlah kita terpedaya dengan kehidupan dunia yang penuh dengan macam ragamnya. Maka janganlah kita salah dalam memilih macam ragam kehidupan dunia. Kita harus menentukan, mana yang baik, mana yang haq itulah yang harus kita dekati dan kita ambil. Dan mana yang jelek, mana yang batil itulah yang harus kita jauhi dan kita tinggalkan.

Kita jadikan kehidupan di dunia yang sementara ini untuk mencapai kehidupan akherat yang kekal abadi. Seorang yang beriman, tentunya akan berfikir panjang, karena ia tahu bahwa nanti ia akan berjumpa dengan kehidupan akherat. Ia selalu berhati-hati dalam berbuat, berucap dan bertingkah laku di dunia ini. Karena semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT dalam kehidupan akherat nanti.

Orang yang beriman, akan berbeda dengan orang yang tidak beriman. Perbedaannya yang nampak jelas adalah orang yang beriman itu memiliki orientasi yang jauh yaitu akherat, sedangkan orang yang tidak beriman orientasinya hanyalah dunia saja dan mengesampingkan kehidupan akherat. Ia lebih banyak mengejar materi saja, dan melupakan rohaninya. Padahal, kebahagiaan itu meliputi kebahagiaan dunia dan akherat, kebahagiaan jasmani dan rohani. Orang yang hanya mementingkan kebahagiaan dunia saja, maka kebahagiaannya tidak seimbang. Orang yang hanya mementingkan materi saja, maka kehidupannya tidak seimbang. Seharusnya kebahagiaan dunia akherat dan kebahagiaan jasmani rohani harus ada dalam diri seseorang yang mencari kebahagiaan yang hakiki.
Allah SWT menciptakan kehidupan dunia ini adalah sebagai ujian bagi manusia untuk menentukan siapa yang paling baik amalnya dan siapa yang bisa menjaga ketiga potensi yang diamanatkan Allah SWT berupa hati, akal dan jasad. Bagi orang-orang yang bisa menjaga amanat yang Allah SWT berikan, maka ia akan menjadi mulia di sisi Allah SWT, dan begitu pula sebaliknya. Wallahu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar