Sabtu, 27 Agustus 2011

Sedih dan Malas Dalam Ibadah

Kesedihan seperti ini adalah kesedihan yang bodoh dan palsu. Ia merasa sedih, akan tetapi ia malas. Ia merasa rugi, tetapi ia tinggalkan. Ia merasa tertinggal, tetapi ia tidak mengejar. Adalah kemalasan yang luar biasa. Hamba seperti ini tidak berusaha mencari kesempatan, atau mempergunakan kesempatan, ia selalu dibelenggu oleh rasa senang mengikuti panggilab hawa nafsunya. Ingin bangkit berdiri, tetapi ia berada dalam mimpinya yang pulas. Untuk menghapus kemalasan seperti gambarab di atas, maka si hamba perlumemiliki semangat iman yang mampu menerangi kemalasan dan kesenangan.
Andaikan kesedihan kita sampai menangis mencucurkan air mata pun diiringi penyesalan, akan tetapi tidak dengan ua\saha untuk mencapai apa yang menjadi kewajibannya sebagai hamba Allah, maka tangis dengan penyesalan itu akan tinggal penyesalan belaka. Seperti diucapkan oleh Rabi'ah Adawiyah, seorang sufi wanita yang terkenal, ia menyebut seorang laki-laki yang menyatakan dirinya sedih, lalu Rabi'ah mengatakan: "Jangan engkau mengatakan sedih seperti itu, katakan: "Alangkah sedikitnya rasa sedihku. Sebab, jikalau benar-benar engkau bersedih, kamu kelak tidak diberi kesempatan untuk bersenang-senang." Abu Ali Daqqaq berkata, Orang yang menyesali dosa-dosanya mampu menempuh jalan Allah dalam waktu satu bulan, dan dosa-dosanya dengan perjalanan bertahun-tahun." Dalam satu kabar disebutkan, bahwa Allah suka kepada orang yang hatinya mau menyesali perbuatan dosa dan kesalahannya, dan berniat serta berusaha menghapus kesalahan dan menebus dosa-dosanya, kemudian memperbaikinyadengan meningkatan amal ibadah yang wajib dan yang sunah."
Untuk seorang hamba hendak mencapai kebaikan selamanya menghadapi kendala setan, baik yang berasal dari luar dirinya berupa godaan iblis, maupun dari diri si hamba sendiri berupa hawa nafsu. Hamba yang lemah imannya, mudah dihinggapi penyakit malas, letih hati sanubarinya, lalu menjadi malas. Keletihan dan kemalasan itulah yang membawa akibat terbengkalainya ibadah. Satu-satunya obat mujarab untuk menangkal penyakit malas, tidak lain adalah mujahadah terus menerus serta tidak memberi peluang kepada perasaan malas itu menjadi nurani. Mujahadah terus menerus akan mencoba mempersenjatai hati manusia dengan iman dan keyakinan yang murni, menumbuhkan taqarrub kemudian menimbulkan himmah (semangat) untuk mempertahankan iman dan yakin. Apabila iman dan yakin itu telah dapat dipertahankan, maka akan tumbuhlah istiqamah.
Peranan si hamba sendiri dengan cara memohon hidayah dan taufiq dari Allah adalah sangat penting untuk menghilangkan semua kendala yang dihadapi. Usaha-usaha dengan cara tersebut akan mengantarkan si hamba kepada martabat orang-orang yang mendapatkan jalan abrar.

0 komentar:

Posting Komentar